Dumas KPK Dilaporkan ke Dewas atas Lambannya Penanganan Kasus Suap DPD RI

oborkeadilan.com

Toba Pos | Jakarta, 8 Mei 2025 – Muhammad Fithrat Irfan, mantan staf ahli Senator DPD RI asal Sulawesi Tengah, Rafiq Al Amri, mendatangi kantor Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) pada hari ini untuk melaporkan Direktorat Penerimaan Layanan dan Pengaduan Masyarakat (Dumas KPK). Laporan ini terkait dugaan kelambanan dalam penanganan kasus suap pemilihan Ketua DPD RI dan Wakil Ketua MPR RI yang melibatkan sejumlah senator.

Irfan menilai Dumas KPK tidak serius menangani laporan aduannya yang telah disampaikan sejak 6 Desember 2024 dengan nomor 2024-A-04296. Padahal, ia telah menyerahkan sejumlah bukti yang memperkuat dugaan suap dalam pemilihan pimpinan DPD RI dan MPR RI. Selain itu, Irfan juga menduga adanya penggelapan jabatan, penyalahgunaan gelar akademik, dan penggunaan staf fiktif oleh mantan atasannya, Rafiq Al Amri. Ia mencurigai ada pihak yang sengaja memperlambat proses aduan agar tidak naik ke tahap penyelidikan dan penyidikan.
“Dumas KPK hanya memberikan janji normatif tanpa tindakan nyata. Bukti yang saya serahkan sudah jelas, tetapi hingga kini terlapor belum diperiksa. Apakah terlapor kebal hukum, atau memang ada pihak berpengaruh yang ingin kasus ini dibungkam?” ujar Irfan dalam keterangannya.
Laporan ini menjadi sorotan karena bertepatan dengan Hari Anti Korupsi Sedunia pada 9 Desember 2024 dan hampir bersamaan dengan pelantikan Ketua KPK baru, Setyo Budiyanto. Kasus ini menjadi salah satu aduan penting dalam 100 hari kerja pimpinan KPK yang baru. Irfan berharap penanganan kasus ini dapat menjadi prestasi baru sekaligus penguatan integritas KPK di bawah kepemimpinan Setyo Budiyanto.
"Muhammad Fithrat Irfan melaporkan Dumas KPK ke Dewas KPK atas dugaan kelambanan penanganan kasus suap pemilihan Ketua DPD RI dan Wakil Ketua MPR RI, di Jakarta, 8 Mei 2025. (Foto: Dok. Pribadi)"
Kejanggalan dalam Proses Aduan
Dalam surat aduannya kepada Dewas KPK, Irfan menguraikan sejumlah kejanggalan dalam penanganan laporan oleh Dumas KPK, antara lain:
  1. Kelambanan Proses Aduan
    Laporan dengan nomor 2024-A-04296 yang diajukan pada 6 Desember 2024 belum mendapat perhatian serius setelah lima bulan. Aduan tersebut masih berada pada tahap penelaahan pengkayaan informasi, tanpa kejelasan kapan akan naik ke tahap penyelidikan atau penyidikan.
  2. Pertemuan Tidak Lazim di Luar Kantor KPK
    Pada 11 Desember 2024, perwakilan Dumas KPK, yaitu Stevia, Yopi, dan Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) Dumas, meminta Irfan bertemu di luar jam kerja di Rumah Makan Bakso Malang Enggal, Rawamangun, Jakarta Timur. Pertemuan ini dimaksudkan untuk mengambil keterangan terkait dugaan suap. Irfan menilai langkah ini tidak etis, tidak prosedural, dan tidak lazim karena dilakukan di luar lingkungan kantor KPK. Ia juga diminta membawa perangkat elektronik seperti ponsel, laptop, dan hard disk untuk dikloning, yang menurutnya melanggar privasi seorang pelapor.
  3. Tekanan untuk Menyerahkan Data Pribadi
    Pada 12 Desember 2024, Irfan diminta datang ke gedung KPK untuk menyerahkan ponselnya guna dikloning datanya dengan alasan mengambil informasi terkait suap. Ia menolak permintaan ini karena khawatir data penting terkait kasus dapat terhapus, serta menegaskan bahwa ia adalah pelapor, bukan terlapor.
  4. Janji Tanpa Tindakan Nyata
    Meskipun Ketua KPK Setyo Budiyanto dan juru bicara KPK Tessa Mahardika berjanji memverifikasi dan memanggil pihak terkait dalam waktu dua bulan, hingga kini proses aduan belum naik ke tahap penyelidikan. Irfan mempertanyakan keseriusan KPK dalam menangani kasus yang telah menjadi perhatian publik nasional ini.
  5. Intimidasi terhadap Pelapor
    Irfan mengaku diintimidasi oleh Kasatgas Dumas yang menyatakan bahwa ia bisa dijadikan tersangka. Padahal, sebagai pelapor (whistleblower), ia seharusnya mendapat perlindungan hukum atas perannya dalam mendukung pemberantasan korupsi sesuai program Astacita No. 7 Presiden Prabowo Subianto.
  6. Belum Adanya Pemeriksaan Terlapor
    Hingga saat ini, Rafiq Al Amri sebagai terlapor belum dipanggil atau diperiksa oleh KPK, meskipun bukti yang diserahkan Irfan dianggap kuat.
Integritas KPK Dipertaruhkan
Irfan menegaskan bahwa kasus ini bukan hanya soal suap, tetapi juga menyangkut integritas KPK sebagai lembaga antikorupsi. Ia menduga lambannya penanganan kasus ini terkait dengan keterlibatan sejumlah senator yang diduga menerima suap. “Jika terlapor terbukti bersalah, penerima suap lainnya juga harus diusut. Integritas KPK dipertaruhkan di sini,” tegasnya.
Ia juga meminta Dewas KPK memberikan perhatian serius agar kasus ini dapat naik ke tahap penyelidikan dan penyidikan, sekaligus mendesak KPK mewujudkan komitmen pemberantasan korupsi tanpa tebang pilih sesuai program Astacita No. 7 Presiden Prabowo Subianto.
Irfan menyampaikan terima kasih kepada media nasional dan lokal yang konsisten mengawal kasus ini. Ia juga mengajak mahasiswa dan masyarakat luas untuk turut mengawasi kasus ini sebagai bentuk partisipasi publik dalam memerangi korupsi. “Ini adalah langkah anak bangsa untuk mendukung pemerintahan yang bersih di parlemen DPD RI,” tutupnya.(O.P).


Ads vertikal
Share:
Komentar

Berita Terkini