Dari Mimbar ke Akar Rumput: Suara Gereja dan Rakyat Satu Kata—Tutup TPL

Yuni

Oleh: Obor Panjaitan, Jurnalis Independen, Ketua IPAR

Suara dari Tanah Sendiri

Saya, Obor Panjaitan, jurnalis independen dan Ketua Ikatan Pers Anti Rasuah (IPAR), lahir dan besar di Desa Tornagodang -Habinsaran, Toba—tanah yang menyimpan hutan, air, dan harga diri orang Batak. Tanah yang seharusnya menjadi berkat, bukan kutuk. Dalam minggu-minggu terakhir, suara masyarakat menuntut agar PT Toba Pulp Lestari (TPL) ditutup kembali menggema, dan kali ini bukan hanya dari para petani, mahasiswa, dan aktivis. Seruan itu datang dari pimpinan tertinggi gereja kami sendiri: OPPUNG Ephorus HKBP, Pdt. Dr. Victor Tinambunan, bukan kebencian yang membuat saya menulis ini, tetapi kasih dan tanggung jawab. Terhadap tanah, terhadap sesama, dan terhadap masa depan.

Sejarah yang Tak Bisa Dihapus

PT TPL bukan perusahaan baru. Ia adalah kelanjutan dari PT Inti Indorayon Utama (IIU), yang sejak 1983 hadir di Tanah Batak dengan janji-janji kesejahteraan. Namun sejak awal, masyarakat telah mencatat luka demi luka: pencemaran sungai, konflik lahan, penggusuran warga, hingga tragedi longsor di tahun 1987 dan 1988 yang menewaskan 15 orang di desa kami, peristiwanya di Huta Natumingka dulu masih bagian Desa Tornagodang.

Saya, Obor Panjaitan, yang berasal dari kecamatan Habinsaran—daerah yang menjadi saksi sejarah kerusakan itu—tidak menulis ini dari cerita orang. Saya menulis dari luka kolektif yang saya lihat lahirnya TPL saya sudah mau masuk SMP bisa dibayangkan-kan kan?, saya dengar, saya rasakan. Dokumen legalnya TPL ini kuat, ya. Arealnya luas, 167.912 hektar. Tapi apa artinya kekuatan legal kalau tak sejalan dengan keadilan sosial?

Bukan satu atau dua kali masyarakat menggugat. Tapi perusahaan tetap berdiri, kadang diam-diam ganti nama, ganti wajah, dari sebelumnya PT Inti Indorayon utama Tbk menjadi PT Toba Pulp Lestari alias TPL, tapi isi tetap sama: menggerus hutan, mengusir orang, menabur konflik mengiriminalisasi warga dengan modus lapor polisi, tangkap masuk sel, pola kolot inilah paling sering digunakan para jappurut - hatoban TPL.

"Antara Buruh dan Jappurut"

Di tengah suara “Tutup TPL” yang makin kuat, saya perlu menggarisbawahi satu hal penting: buruh TPL bukan musuh kita. Mereka adalah saudara. Tukang tanam bibit equaliptus, office boy, security, staf kantor—mereka bekerja mencari nafkah, bukan membuat kebijakan tolong dibedakan, makanya kalian para buruh karyawan jangan sampai mau diadu domba kalian saudara kami, kalian kerja dilindungi undang-undang tetap semangat ya.

Sebagai jurnalis independen dan pengelola media mainstream nasional, saya menyaksikan sendiri bahwa banyak dari mereka adalah orang baik, bekerja diam-diam, dan berharap bisa tetap hidup dengan tenang, ada ito saya boru Silitonga sudah sejak tahun 2015 ito ini rutin aktif silaturahim dengan saya, itoku ini mengakui dirinya bekerja dibagian pembibitan kebun Ekaliptus. Yang perlu dilawan adalah “Jappurut”—atau dalam bahasa kerasnya: Hatoban. Mereka bukan karyawan resmi, tapi menjadi kaki tangan perusahaan: memecah belah masyarakat, menjadi buzzer bayaran, memakai media sosial untuk menyerang aktivis, gereja, dan tokoh adat.

Mereka inilah yang disebut dalam artikel Kompas tahun 2008 sebagai orang-orang yang “menjual harga diri demi bayaran kecil, sambil merusak tatanan sosial.” Sebagian bahkan berdiri atas nama LSM, wartawan, atau konten kreator, tapi kerja hariannya hanya mengintimidasi warga dan memfitnah suara-suara kritis.

Seruan Gereja dan gereja HKBP Panggilan Iman

Ketika Ephorus HKBP mengeluarkan pernyataan resmi yang menyerukan agar PT TPL ditutup, itu bukan keputusan ringan.

Gereja tidak ikut politik praktis fahamkan ?; perbedaan politik praktis dengan politisi- politikus?. Gereja tidak ikut-ikutan demo. Tapi gereja tidak bisa tinggal diam ketika hutan rusak, tanah adat hilang, air kering, dan rakyat dipecah-belah.

Sebagai seorang Batak yang juga tumbuh dalam komunitas spiritual HKBP, saya, Obor Panjaitan jemaat yang lahir babtis (tardidi), menerima Sidi (malua) menikah' hingga saat ini masih jemaat HKBP yang fundamental, menyambut seruan gereja ini dengan sukacita. Karena suara gereja bukan hanya suara moral, tapi juga suara perlindungan terhadap kehidupan. Seperti dimuat Tempo (13 Desember 2020), HKBP menilai aktivitas TPL memicu krisis ekologi dan sosial. Ini adalah panggilan iman, bukan sekadar sikap sosial.

Bukan Sekadar Tutup, Tapi Buka Harapan

Saya tahu, ada ribuan buruh di TPL. Maka tulisan ini bukan hanya tentang menutup pabrik, tapi juga membuka kemungkinan. Kita harus pikirkan masa depan mereka. Rezeki tidak tergantung pada satu perusahaan. Tanah Batak terlalu kaya untuk digadai kepada satu industri.

Sebagai Ketua IPAR dan aktivis anti-korupsi yang sehari-hari hidup di Jakarta namun tak pernah putus hubungan batin saya dari tanah kelahiran bahkan TPL ini sudah berhasil membuat adu domba desa lubban ruhap vs desa Tornagodang lalu seperti biasa lopar lapor polisi sehingga laporan polisi diduga dibarter dengan Peralihan hak Desa Sialogo (lain waktu kita a ulas khusus), saya percaya peluang kerja bagi eks karyawan TPL kelak akan terbuka 50 kali lebih besar—di sektor pertanian modern, pariwisata berkelanjutan, UMKM, dan industri hijau. Tapi semua itu hanya mungkin kalau kita kembalikan alam sebagai rumah, bukan sebagai mesin produksi.

Harapan dan doa saya; Kembali ke Nurani

Saya menulis ini bukan karena saya jurnalis, bukan karena saya aktivis. Saya menulis karena saya, Obor Panjaitan, putra Batak, tak bisa tinggal diam saat tanah ini terus dijarah. Saya menulis karena saya percaya: Parsattabian di angka parilmu tinggi. Bahwa orang berilmu harus menjaga kebenaran, bukan menjual lidahnya.

Dan kepada mereka yang masih jadi Jappurut, saya tidak marah. Saya hanya minta: pulanglah ke nurani. Masih ada waktu untuk berdiri bersama rakyat, bersama iman, bersama alam.

Tutup TPL bukan akhir segalanya. Itu awal dari hidup yang lebih adil, lebih manusiawi, dan lebih Batak.


Horas.

Obor Panjaitan

Jurnalis Independen | Ketua IPAR | Putra Batak dari Habinsaran

Ads vertikal
Share:
Komentar

Berita Terkini